DI BAWAH:
Nilai Tamsal Bulan Agustus-Oktober 2015
HATI-HATI,
MANUSIA PEMAKAN BANGKAI..!
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir” (QS Qaf:18).
Seyogyanya seorang
mukallaf[1] berpikir sebelum berbicara danmenjaga lisannya dari pembicaraan, kecuali
apabila jelas mendatangkan kebaikan. Namun, jika kebaikan yang akan muncul adalah
seimbang maka lebih baik (sunnah) adalah diam dan tidak berbicara, (Al-Adzkar,
284).
Berbicara merupakan
cara manusia di dalam menyampaikan keinginan atau sesuatu yang dimaksudkan,
dengan pembicaraan manusia dapat berinteraksi sosial dengan mudah. Pembicaraan
memiliki kandungan positif dan negatif, disebut positif jika pembicaraan
berbuah maslahat (kebaikan).
Ghibah (istilah
sekarang, gosip) adalah menutur aib sesama muslim, meskipun ia berada di dekatnya
(Syekh Muhammad Nawawi, 68). Manusia di-warning agar selalu menjaga
ucapannya, sebab terjadinya banyak persoalan dikarenakan tidak menjaganya
seseorang terhadap ucapan, termasuk persoalan yang akan berlanjut hingga ke alam
akherat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Yang paling banyak memasukkan
manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, mulut dan kemaluan" (HR
Tirmidzi 2004, Ahmad (291,292).Manusia dapat dipastikan akan selamat jika ia
benar-benar mampu menjaga lisannya dari perkataan-perkataan negatif, termasuk
dari menggunjing atau menggosip, sebab dosa akibat menggunjing tidak
akan diampuni, hingga orang yang digunjing memaafkan atau merelakan.
Keberadaan manusia
yang memiliki nafsu atau syahwat menjadikannya lebih bebas berekspresi,
yang terkadang kebablasan tanpa penyaringan dan pertimbangan secara ilmiah. Dewasa
ini, seiring dengan menjamurnya kecanggihan teknologi, aktifitas lisan (ghibah atau gosip) menjadi
ajang utama yang mengisi menu spesial keseharian media elektronik, terlebih
jika obyek pembicaraannya seputar selebritis yang dijadikan idola para generasi muda.
Keharaman Ghibah
Islam menginginkan agar
umat manusia memperoleh kebahagiaan dan terhindar dari bahaya atau sesuatu yang
membuatnya resah, hal ini terlihat dari adanya kelima hukum syar’i. Setiap sesuatu yang
dilarang dalam islam mengandung mudlarrat, baik bagi pelaku maupun bagi orang
lain, termasuk ghibah, sebagaimana firman Allah SWT QS Al-Hujurat: 12,
“Hai orang orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencaricari kesalahan
orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang
sudahmati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah
Maha penerima taubat lagi Maha penyayang".
Imam
Nawawi berkata, sebagaimana diharamkan bagi pelaku ghibah, diharamkan pula bagi orang yang mendengarkan dan menyetujuinya sebagaimana sabda nabi, “Barang siapa membantu kemaksiatan,
maka dia bersekutu dalam dosanya”.Kewajiban bagi siapa pun yang mulai mendengar
perilaku ghibah,yaitu melarang atau menghentikan, jikamemang tidak kuatir
terjadi bahaya yang jelas. Jika dia takut kepada pelaku, maka wajib baginya
mengingkari dalam hati dan meninggalkan tempat ghibah tersebut jika
memungkinkan.
Ghibah merupakan perbuatan dosa yang lebih berat dibanding zinasertaharus dihindari karena dapat mendatangkan
bahaya, baik di dunia maupun kelak di akherat. Pelaku ghibah akan tetap berdosa
selama orang yang dighibah tidak memaafkannya. Allah SWT pernah memberi wahyu kepada Nabi
Musa a.s, “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia telah bertaubat dari
ghibah, maka ia akan menjadi orang terakhir yang masuk surga, sedangkan orang
yang meninggal dalam keberadaan menetapi
(tidak berhenti dari) ghibah, maka ia akan menjadi orang pertama yang
masuk neraka” (Mukasyafatul Qulub, 255).
Tidak
termasuk ghibah yaitu dua hal, (1) mengucapkan kejelekan seseorang karena
kecerobohannya (2) menunjukkan seseorang terhadap kebaikan (Hafidz Hasan
Al-Mas’udi, 44.
Bertaubat dari ghibah
Ghibah tergolong perbuatan zalim terhadap harga diri,
zalim terhadap harga diri lebih kejam dibanding zalim terhadap harta benda. Sayyid ‘Ali
al-Khawwash menuturkan bahwa cara bertaubat dari ghibah bisa dilakukan dengan, Pertama
meminta maaf secara langsung kepada orang yang di-ghibah, jika yang bersangkutan
mengetahui bahwa dirinya pernah dighibah oleh pelaku yang hendak bertaubat. Namun
jika yang digosip tidak mengetahui serta ia kuatir marah dan lebih tersakiti apabila
menceritakan yang sebenarnya (sebagaimana pendapat Imam Ibnu Katsir), maka solusinya
adalah memperbanyak memohon ampun (beristighfar) untuk orang yang telah
di-ghibah, minta halalnya atau minta maaf, disamping itu bicarakan
kebaikan-kebaikannya di tempat-tempat ia telah mengghibah, sebab kebaikan bisa
menghapus kejelekan. Syekh Abi al-Mawahib Asy-Syadzili pernah mengatakan,
“Diantara sesuatu yang dapat menghentikan naiknya derajat atau pangkat
seseorang adalah terjadinya ghibah terhadap seorang muslim”, jika hal itu sudah
terlanjur terjadi maka solusinya adalah bacalah QS Al-Fatihah dan
Al-Mu’awwidzatain dan persembahkanlah pahalanya untuk orang-orang yang telah
engkau ghibah, (al-Minahus Saniyah, 14).
Al-Ghazali menuturkan, Orang yang tidak
segera bertaubat dan menunda-nunda, berarti ia berada di antara dua
kekhawatiran yang dahsyat, Pertama berada dalam kegelapan hati karena
telah melakukan maksiat-maksiat dan Kedua terlebih dulu mengalami sakit
atau mati sebelum bertaubat (Tanwirul Qulub, 422).
Menghindar dari perilaku ghibah
Perbuatan dosa harus
dihindari karena terdapat bahaya yang akan menimpa jika diterjang atau
dilakukan, sebaliknya berbuat kebajikan senantiasa kita lakukan karena hal itu
dapat mendatangkan manfaat dan kebahagiaan. Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan agar
kita terhindar dari perilaku ghibah, antara lain:
1.
Yakinlah setiap amal perbuatan ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
2. Yakinlah setiap
kata yang terucap, senantiasa tercatat oleh Malaikat Raqib dan ‘Atid.
3. Menjadi muslim yang baik, sebagaimana hadis dari Abi Musa Al-Asy’ari “Muslim
yang baik adalah orang yang (orang lain) selamat dari lisan dan tangannya”.
4. Yakinlah jika kita melakukan keburukan,
sejatinya keburukan itu kita lakukan kepada diri kita sendiri, demikian juga
kebaikan مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ
وَمَنْ اَسَاءَ فَعَلَيْهاَ.
5. Jaga lisan agar selamat, سَلاَمَةُ اْلإنْسَانِ
فِى حِفْظِ اللِّسَانِ.
6. Anggap orang yang
dighibah lebih mulia dari kita.
7. Alihkan pembicaraan jika mendengar
perbincangan yang mengarah pada ghibah, misalnya dengan melontarkan pertanyaan,
berbicara tentang sesuatu yang lebih penting, mengajak bicara kepada salah satu
teman yang terlibat dalam ghibah.
8. Hendaklah berdoa, اللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اْلأخْلاَقِ وَ
اْلأعْمَالِ وَاْلأهْوَاءِ وَاْلأدْوَاءِ. (Bulughul Maram, 338)
9. Siapa yang mempertahankan kehormatan
saudaranya yang akan dicemarkan, maka Allah akan menolak api neraka dari
mukanya pada hari kiamat (HR At-Tirmidzi).
10.
Tinggalkan
tempat itu. Jika dia terpaksa harus berada di majelis yang terdapat aktifitas ghibah serta dia tidak mampu untuk mengingkari, atau dia telah mengingkari namun tidak diterima serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis tersebut, maka
haram baginya mendengarkan dan memperhatikan pembicaraan ghibah itu.
*) Penulis adalah Kepala Tata Usaha Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Al-Yasini, Pasuruan
[1]Orang islam, baligh dan berakal
NILAI TAMSAL:
>> ULA PUTRA KLIK DI SINI
>> WUSTHA PUTRA KLIK DI SINI
>> ULA PUTRI KLIK DI SINI
>> WUSTHA PUTRI KLIK DI SINI
.


















